c@k Ain

"Renungan Pembangun Jiwa"

11
Mei


Ini adalah kisah nyata tentang seorang ayah nan arif dan bijaksana. Ia tinggal di sebuah gubuk kecil sederhana bersama istri dan anak-anaknya di sebuah kampung terpencil. Akan tetapi, semua anaknya berpikiran cerdas dan berpendidikan.

Selain penduduk kampung setempat, tidak ada yang tahu bahwa ia adalah seorang jutawan. Ia mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan perniagaan yang kian berkembang di beberapa kota besar. 
Dengan kekayaan yang diputar secara mahir itu ia telah menghidupi ratusan keluarga yg bergantung padanya. Tingkat kemakmuran para kuli dan pegawainya bahkan jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Sang ayah merasa amat bahagia dan damai menikmati perjalanan hidup dalam kesederhanaan bersama istri dan anak-anaknya.

Salah seorang anaknya pernah bertanya, "Mengapa Ayah tidak membangun rumah yang besar dan indah? Bukankah Ayah seorang majikan yang kaya?"
"Ada beberapa sebab mengapa Ayah lebih suka menempati sebuah gubuk kecil," jawab sang ayah yang namanya tidak terkenal itu. "Pertama, karena betapa pun besarnya rumah kita, yang kita butuhkan ternyata hanyalah tempat untuk berteduh, duduk-duduk dan berbaring. Rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya. Sehari-harian ia Cuma mengurung diri sambil menikmati keindahan istananya. 
Bahkan sebagian mereka terlepas dari masyarakatnya, terlepas dari alam bebas yang indah ini, dan akibatnya ia manjadi manusia-manusia yang sulit bersyukur kepada Allah SWT."

Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan ucapan ayahnya dalam hati. Apalagi ketika sang Ayah melanjutkan argumentasinya, "Kedua, dengan menempati sebuah gubuk kecil ini, maka kalian akan menjadi lebih cepat dewasa dan mandiri. Kalian pasti akan berfikir untuk segera memisahkan diri dari orang tua supaya dapat menghuni rumah sendiri bersama keluarga kalian kelak. Ketiga, kami dulu cuma berdua, Ayah dan Ibu. Kelak akan menjadi berdua lagi setelah kalian semuanya berumah tangga. Jika Ayah dan Ibu menempati rumah yang besar, bukankah suasana lengang, sunyi, hampa akan lebih terasa dan menyiksa?"

Si anak tercenung. Alangkah bijaknya sikap sang ayah yang tampak lugu dan polos itu. Ia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan tetapi, keringatnya setiap hari selalu bercucuran. Ia ikut mencangkul dan menuai hasil tanaman. Ia betul-betul menikmati kekayaannya dengan cara yang paling mendasar. Ia tidak melayang-layang dalam buaian harta benda yang sebenarnya hanya membawa kelelahan dan kepayahan semata. Sebab banyak hartawan yang hanya bisa menghitung-hitung kekayaannya dalam bentuk angka-angka. Mereka hanya menikmati lembaran-lembaran kertas yang disangkanya kekayaan yang tiada tara. Padahal hakikatnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali angan-angan kosongnya sendiri.

Sang anak lebih terkesima lagi tatkala ayahnya meneruskan, "Anakku, jika aku membangun sebuah istana megah, biayanya tentu sangat besar. Dan biaya sebesar itu kalau kubangunkan gubuk-gubuk kecil yang memadai untuk tempat tinggal, maka berapa banyak gelandangan yang bisa terangkat martabatnya menjadi warga terhormat? 
Ingatlah anakku..., dunia ini disediakan oleh Allah untuk segenap mahkluknya, dan dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, untuk memuaskan keserakahan walau hanya seorang manusia saja." 

Penggalan kisah di atas bukanlah sebuah dongeng fiksi belaka, melainkan sebuah kisah nyata dari seorang zuhud yang bernama Nidzam Al-Mahmudi. Seorang majikan yang mampu meraih dunia dalam genggaman namun sedikitpun tidak memasukkannya ke dalam hati. Orang yang bergelimang harta namun dengan sengaja memilih hidup  sederhana dan bersahaja (tak lebih mewah dari kehidupan karyawannya). Seorang ayah yang senantiasa memberi keteladanan dan  menanamkan nilai-nilai luhur dalam mendidik anak-anaknya.

Dari sepenggal kisah ini semoga kita bisa mendapat pencerahan untuk sadar introspeksi diri.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dalam menyelamatkan diri dan keluarga dari silaunya tipu daya dunia, serta memudahkan kita dalam meraih kenikmatan dunia yang berujung pada surgaNya.

Dan carilah pada apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu kehidupan akhirat, dan janganlah engkau lupa bagianmu di dunia…”
(QS. Al-Qashash: 77)

0 komentar:

Posting Komentar

Sobat blggor, jangan lupa komentarnya ya...!!!
mo nulis saran, tanggapan, masukan, atau sekedar kenalan pun boleh koq


kalo kesulitan posting komen, coba klik dulu "select profil" => Name/URL. cukup tulis nama anda jika belum punya URL. makasih ya...!!!

Ahlan Wa Sahlan

blog ini hanyalah sarana untuk renungan, introspeksi, dan motivasi diri. jika berkenan silahkan anda membaca atau mengcopy.

Dan jika tidak keberatan mohon beri komentar/saran/masukan.

Terima Kasih Telah Berkenan Bersilaturrahim Melalui Blog ini


merenunglah sejenak, untuk melunakkan hati dan menjernihkan fikiran...!!!

pembacaku

5408

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

Produk imoet buat si kecil